Selasa, 27 September 2011

Apa Perbedaan Kemarahan Pria dan Wanita?

Para ilmuwan telah mengklaim bahwa kemarahan adalah salah satu dari emosi dasar manusia. Kemarahan juga merupakan ciri khas manusia, baik itu pria maupun wanita.
Percobaan berulang kali telah dilakukan oleh para ahli dan menunjukkan bahwa pria dan wanita memiliki mekanisme yangsama untuk mengekspresikan emosi negatif. Namun, efek kemarahan wanita dan pria dipandang berbeda oleh orang lain.
Seperti yang dikutip dari Genius Beauty, psikologi membuktikan seorang pria yang marah akan membuat kesan kuat pada orang lain dan nampak ditentukan oleh gaya hidup mereka yang aktif. Namun, wanita yang marah, sebaliknya, dianggap sebagai perilaku dan karakter yang tidak pantas.
Kesimpulan yang sama telah dibuat oleh para ahli dalam sebuah percobaan sederhana: Seorang pria dan wanita diminta masuk ke dalam situasi yang akan menuntut mereka untuk marah. Kemarahan ini ditujukan pada atasan mereka sebagai cara menuntut kenaikan gaji.
Kelompok responden tengahmenyaksikan percobaan sederhana ini dan kemudian mengevaluasi tindakan pada masing-masing relawan pria dan wanita.
Mayoritas responden merasa bahwa bentuk kemarahan pada pria lebih pada penyampaian sensasi ketegasan, kekuatan, dan tekad. Berbeda dengan penilaian pada wanita, ketika merekamenuntut gaji dengan nada suara yang tinggi memberikan persepsi wanita yang tidak bisa mengontrol diri, histeris dan tidak kompeten.
Penelitian yang dikeluarkan oleh Science Journal juga telah menyimpulkan, wanita cenderung merasa malu untuk menunjukkan kemarahan mereka, sementara pria menganggap hal ini sangat alamiah dan biasa.

Ternyata, Olahraga Bermanfaat Mengurangi Agresi

Kita tahu bahwa pendidikan jasmani mengajarkan anak-anak tentang kebugaran dan mendorong mereka untuk menjalani gaya hidup sehat. Tahukah anda, bahwa olahraga bukan hanya penting bagi kesehatan tubuh. Penelitian terkait hal ini dikeluarkan oleh Tel Aviv University, dimana mereka berhasil menemukan adanya keterkaitan antaraolahraga dengan faktor kognitif, emosi dan perilaku anak.
Keren Shahar, Ph.D. dari TelAviv University dikutip dari Science Daily, mengatakan olahraga dapat membantu meningkatkan kontrol diridan disiplin untuk menurunkan perasaan agresi pada anak.
Penelitian ini telah dipresentasikan di TAU’s Renata Adler Memorial Research Center for Child Welfare dan Protection Conference.
Shahar memulai penemuan ini dari pertanyaan, apakah olahraga memiliki dampak positif pada anak-anak dalam menurunkan agresi mereka, dan bagaimana hal ini dapat dicapai.
Cara ini lebih efektif dari pada menasehati mereka, mengapa? Karena menasehati terbukti tidak bisa mengurangi emosi negatif yang berakibat gagalnya kontrol diri. Olahraga merupakan carayang tepat untuk mengurangi perilaku agresif yang dapat memadamkan emosi negatif seseorang.
Dalam 25 sekolah di seluruh Israel, Shahar danrekan-rekan peneliti menganalisis selama 24 minggu. Setengah peserta yang terdiri dari kelompok kontrol tidak menerima program olahraga, dan setengah lainnya diperkenalkan berbagai macam gerakan olahraga selama lima jam seminggu.
Setelah 24 minggu pemrograman, Shahar membandingkan hasil kuesioner sebelum dan sesudah pemberian program. Kesimpulan mengatakan bahwa merekayang berolahraga memiliki kontrol diri terhadap agresi, seperti pengamatan diri, kemampuan memecahkan masalah, dan menunda pekerjaan.
Kuncinya adalah untuk memperkenalkan anak-anak untuk melalukan sesuatu yang mereka suka. Sebuah hubungan yang kuat dengan kegiatan apapun, memberikan anak adanya tujuan dan mengurangi kemungkinan mereka bermasalah.

Berpikir Positif, Penerimaan Diri, dan Humor Atasi Kegagalan

Apakah Anda pernah mengalami kegagalan dalam hidup atau apa yang telah anda capai belum memuaskan? Penelitian baru dari University of Kent telah mengungkapkan bahwa berpikir positif, penerimaan diri, dan humor adalah strategi penanggulangan yang paling efektif bagi Anda yang berurusan dengan kegagalan.
Dalam sebuah makalah yang diterbitkan oleh international journal Anxiety, Stress & Coping, Dr Joachim Stoeber dan Dr Dirk Janssen dari University School of Psychology mengatakan bahwa ada tiga strategi untuk menangani kegagalan dan membantu orang untuk menjaga semangat mereka.
Beberapa strategi yang dilakukan banyak orang untuk mengatasi kegagalan meliputi: mencari dukungan emosional, pengingkaran, penggunaan narkoba, menyalahkan diri sendiri, dan melepaskan diri dari masalah.
Penelitian ini menunjukkan, mereka yang biasanya mengatasi kegagalan dengan mencaridukungan emosional, penggunaan narkoba, penolakan atas kenyataan,menyalahkan diri sendiri, dan melepaskan diri dari masalah, memiliki dampak negatif dan kurang memuaskan.
Sebaliknya, berpikir positif(mencoba untuk melihat sesuatu lebih positif, mencari sesuatu yang baiktentang apa yang terjadi), penerimaan diri dan humor, memiliki dampak yang lebih positif dan lebih memuaskan.
Dr Stoeber, otoritas terkemuka perfectionism , motivation, and performance , percaya bahwa temuan penelitian ini akan menarik perhatian siapa saja yang bekerja dalam bidang penanganan stres. Berpikirpositif sangat membantu bagi mereka yang gagal, dibandingkan dengan mereka yang mencari perhatian emosional dari orang lain dan cenderung tidak puas melihat apa yang mereka telah capai.
Fokus pada apa yang telah Anda capai, bukan pada apa yang belum tercapai. Tidak ada gunanya merenungkan kegagalan. Sebaliknya, akan lebih bermanfaat untuk mencoba menerima apa yang telah terjadi, mencari aspek-aspek positif, dan humor di dalamnya. Semoga berhasil!

Bingung Memutuskan Sesuatu? Baca Ini

Apakah saya harus melewatkan latihan pagi hari ini? Atau saya perlu tidur sepuasnya di hari libur ini? Di mana tempat paling menyenangkan untuk berkencan? Haruskah aku mengerjakan tugas agar lulus kuliah secepatnya? Bingung Memutuskan?
Kita semua membuat banyak keputusan setiap hari, baik itu secara sadar ataupun tidak. Kadang, kita melakukannya secaraotomatis, baik dengan sedikit usaha atau berpikir sejenak. Sayangnya, tidak semua orang seperti itu, ada juga yang ,membutuhkan waktuselama berjam-jam. Mengapa kita membuat pilihan-pilihan?
Kadang-kadang kita membuat pilihan pada kita sendiri, dan pada waktu lain, pilihan justrudibuat untuk kita. Sebuah jurnal dari Asosiasi untukPsychological Science dikutip dari Science Daily,menunjukkan bahwa kesempatan untuk melakukan keputusan pada sebuah pilihan, membuat otak yang berhubungan dengan imbalan atau keuntungan menjadi aktif.
Sebenarnya, segala sesuatu yang kita lakukan melibatkan keputusan atas pilihan-pilihan, bahkan waktu kita tidak berpikir sama sekali tentang pilihan itu. Misalnya, hanya dengan menggerakkan kaki untuk berjalan, itu sudah merupakan sebuah keputusan atas pilihan. Mungkin anda tidak sadar akan tindakan ini, sehingga menjadi sepele. Berbeda ketika ada orang yang menghentikan langkah anda, sampai anda memutuskan untuk menghampiri orang itu atau memilih pergi.
Dalam melihat sebuah pilihan, kita cenderung melihat itu sebagai penentu pilihan yang menguntungkan. Jika kita merasa bingung dalam menentukan pilihan, maka sebenarnya kita tidak mampu bertindak untuk mencapai tujuan kita. Sehingga memerlukansedikit tenaga untuk menghadapinya.
Jadi, pada saat Anda dihadapkan untuk membuat keputusan, bahkan dari sesuatu yang sederhana seperti memilihdasi biru atau hitam untuk pertemuan bisnis Anda, atau memilih rumah tempat Anda tinggal bersama pasangan. Bertanya lah pada diri sendiri, siapa yang memegang kendali atas keputusan itu, diri anda, orang lain, atau Anda dan dia?

Bagaimana Mengekspresikan Kemarahan Kita

Cara alami untuk mengekspresikan kemarahan adalah menanggapinya dengan agresif. Kemarahan adalahsebuah respon alami, adaptif terhadap ancaman, seringkali agresif, perasaan dan perilaku yang memungkinkan kita untukmelawan dan mempertahankan diri ketika kita diserang.
Di sisi lain, kita tidak bisasecara fisik menyerang pada setiap orang atau benda yang mengganggu kita. Ada sebuah hukum, norma-norma sosial, dan batas-batas tertentu yang membatasi kemarahan kita.
Baik sadar dan bawah sadar, orang menggunakan berbagai proses untuk mengatasi perasaan marah mereka. Tiga pendekatan utama yang biasa dilakukan banyak orang, seperti yang dikutip dari American Psychological Association, adalah dengan mengekspresikan, menekan, dan menenangkan.
Mengekspresikan perasaan marah dengan cara yang tegas, bukan dengan agresifadalah cara yang sehat untuk mengekspresikan kemarahan. Untuk melakukan ini, Anda harus belajar bagaimana anda melakukannya tanpamenyakiti orang lain. Menjadi tegas bukan berarti menjadi memaksa atau menuntut, anda juga harus menghormati diri sendiri dan orang lain.
Kemarahan dapat ditekan, dan kemudian dikonversi atau dialihkan. Hal ini terjadi ketika Anda memegang kendali atas kemarahan Anda, berhenti lah memikirkannya, dan fokus pada sesuatu yang positif. Tujuannya adalah untuk menghambat atau menekan kemarahan Andadan mengubahnya menjadiperilaku yang lebih konstruktif. Menekan tanpa menyalurkan dapat menyebabkan hipertensi, tekanan darah tinggi, ataudepresi.
Kemarahan terpendam dapat menciptakan masalah lain. Hal ini dapat menyebabkan ekspresi patologis, seperti perilaku pasif-agresif (kemarahan dengan membalas secara diam-diam) atau kepribadian yang tampaknya terus-menerus sinis dan bermusuhan. Orang yang terus-menerus menjatuhkan orang lain, mengkritik segala sesuatu, dan membuat komentar sinis, adalah mereka yang belum belajar bagaimana mengekspresikan kemarahan secara konstruktif. Tidak mengherankan, mereka tidak mungkin memiliki banyak hubungan dengan oranglain.
Jadi, mengekspresikan kemarahan bukan hanya mengontrol perilaku luar, tetapi juga mengendalikanrespons-respons internal Anda, mengambil langkah untuk menurunkan detak jantung Anda, menenangkan diri, dan membiarkan perasaan Anda mereda.

Mengapa Beberapa Orang Lebih Mudah Marah dari Pada Lainnya?

Menurut Jerry Deffenbacher, PhD, seorang psikolog yang mengkhususkan diri dalam manajemen kemarahan, beberapa orangmemang lebih “pemarah” daripada orang lain, mereka lebih mudah dan lebih kuat dalam meledakkan emosi marah daripada kebanyakan orang. Ada juga yang tidak menunjukkan kemarahan mereka dengan keras, tetapimudah tersinggung dan menjadi kronis.
Orang yang mudah marah umumnya memiliki tingkat toleransi yang rendah terhadap frustrasi, yang berarti mereka tidak menerima adanya ketidaknyamanan, atau segala sesuatu yang membuat mereka jengkel. Mereka tidak dapat menerima sesuatu dengan tenang dan mereka sangat marah jika situasi yang tidak adil menimpa mereka. Misalnya, mereka mendapatkan koreksi hanya untuk sebuah kesalahan kecil.
Apa yang membuat orang-orang mudah marah? Salah satu penyebab yang dapat dikaitkan adalah faktor genetik atau fisiologis. Ada bukti bahwabeberapa anak dilahirkan memang memiliki kecenderungan mudah marah, mudah tersinggung. Bahkan tanda-tanda yang ada, sudah dimiliki sejak usia dini.
Faktor lainnya adalah sosiokultural. Kemarahan sering dianggap sebagai negatif, kita mungkin diajarkan untuk mengekspresikan kecemasan, depresi, atau emosi lain, tetapi tidak untuk mengekspresikan kemarahan. Akibatnya, kita tidak belajar bagaimana untuk menanganinya atau menyalurkannya secara konstruktif.
Penelitian juga menemukan bahwa latar belakang keluarga memainkan peran juga dalam hal ini. Biasanya, orang-orang yang mudah marah berasal dari keluarga yang kacau dan tidak terampil dalam komunikasi emosional

Tips Cara Terbuka dengan Orangtua

Pada jaman sekarang ini banyak sekali himbauan bagi orangtua untuk lebih terbuka dengan anak-anak mereka. Bagaimana jika kita sendiri yang mempunyai inisiatif untuk terbuka dengan orangtua? Tidak sedikit, kita sebagai remaja cenderung untuk dekat dengan teman sebaya dari pada dengan orangtua kita.
Mengapa kita melakukan hal ini? Kebanyakan kita para remaja berpikir orangtua bisanya hanya menghujam, melarang dan mengomeli. Padahal semua orangtua tidak selamanya seperti apa yang dipikirkan kita pikirkan. Justru orangtua kita akan menyesal dan merasa gagal jika kita sebagai remaja hanya terbuka pada kekasih atau teman kita.
Kita sebagai remaja mungkin juga merasa canggung dan segan untuk bercerita dengan ayah atau ibu di rumah tentang masalah yang kita hadapi.
Bila kita ada masalah, kita mungkin akan memilih diam atau pergi dari rumah. Bahkan akan menjadi sangat buruk jika kita memutuskan bunuh diri hanya karena masalah yang sebenarnya bisa kita pecahkan.
Cara untuk lebih terbuka pada orangtua bisa kita lakukan dengan bersikap Asertif. Tujuan dari kita bersikap asertif adalah mengutarakan keinginan kita pada ayah dan ibu di rumah. Berikut adalah tips yang mungkin dapat membantu kita para remaja untuk lebih bersikap asertif (terbuka) dengan keluarga:
1. Percaya pada orangtua kalau mereka pasti akan membantu kita menyelesaikan masalah
2. Bila sulit dengan keduanya, tentukan manakah antara ayah atau ibu yang lebih dekat dengan kita.
3. Ketika kita berbicara dengan mereka, kenali perasaan orangtua
4. Ekspresikan masalah atau keinginan dengan jujur dan jelas
5. Berpikir positif ketika menghadapi masalah dengan orangtua
6. Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan orangtuapada kita sebelum menanggapi perkataan mereka.
7. Perlu sebuah komunikasiyang saling menghargai antara kita sebagai anak dan orangtua